Tuntunan Sholat sesuai Hadits - Bagian 1: Menghadap Qiblat dan Berdiri
Pertama
MENGHADAP QIBLAT
- Apabila Anda - wahai Muslim - ingin
menunaikan shalat, menghadaplah ke Ka’bah (qiblat) dimanapun Anda berada,
baik shalat fardlu maupun shalat sunnah, sebab ini termasuk diantara
rukun-rukun shalat, dimana shalat tidak sah tanpa rukun ini.
- Ketentuan menghadap qiblat ini tidak
menjadi keharusan lagi bagi ’seorang yang sedang berperang’ pada
pelaksanaan shalat khauf saat perang berkecamuk dahsyat.
Dan tidak menjadi
keharusan lagi bagi orang yang tidak sanggup seperti orang yang sakit atau
orang yang dalam perahu, kendaraan atau pesawat bila ia khawatir luputnya
waktu.
Juga tidak
menjadi keharusan lagi bagi orang yang shalat sunnah atau witir sedang ia
menunggangi hewan atau kendaraan lainnya. Tapi dianjurkan kepadanya - jika hal
ini memungkinkan - supaya menghadap ke qiblat pada saat takbiratul ikhram,
kemudian setelah itu menghadap ke arah manapun kendaraannya menghadap.
- Wajib bagi yang melihat Ka’bah untuk
menghadap langsung ke porosnya, bagi yang tidak melihatnya maka ia
menghadap ke arah Ka’bah.
·
Hukum
Shalat Tanpa Menghadap Ka'bah adalah Salah
- Apabila shalat tanpa menghadap qiblat
karena mendung atau ada penyebab lainnya sesudah melakukan ijtihad dan
pilihan, maka shalatnya sah dan tidak perlu diulangi.
- Apabila datang orang yang dipercaya saat dia
shalat, lalu orang yang datang itu memberitahukan kepadanya arah qiblat
maka wajib baginya untuk segera menghadap ke arah yang ditunjukkan, dan
shalatnya tadi tetap sah.
Kedua
BERDIRI
- Wajib bagi yang melakukan shalat untuk berdiri,
dan ini adalah rukun, kecuali bagi :
·
Orang
yang shalat khauf saat perang berkecamuk dengan hebat, maka dibolehkan
baginya shalat di atas kendaraannya.
·
Orang
yang sakit yang tidak mampu berdiri, maka boleh baginya shalat sambil duduk dan
bila tidak mampu diperkenankan sambil berbaring.
·
Orang
yang shalat nafilah (sunnah) dibolehkan shalat di atas kendaraan atau sambil
duduk jika dia mau, adapun ruku’ dan sujudnya cukup dengan isyarat kepalanya, demikian
pula orang yang sakit, dan ia menjadikan sujudnya lebih rendah dari ruku’nya.
- Tidak boleh bagi orang yang shalat sambil duduk meletakkan sesuatu yang agak tinggi dihadapannya sebagai tempat sujud. Akan tetapi cukup menjadikan sujudnya lebih rendah dari ruku’nya -seperti yang kami sebutkan tadi- apabila ia tidak mampu meletakkan dahinya secara langsung ke bumi (lantai).
·
Shalat
di Kapal Laut/Perahu atau Pesawat
- Dibolehkan shalat fardlu di atas kapal laut demikian
pula di pesawat.
- Dibolehkan juga shalat di kapal laut atau pesawat
sambil duduk bila khawatir akan jatuh.
- Boleh juga saat berdiri bertumpu (memegang) pada tiang atau tongkat karena
faktor ketuaan atau karena badan yang lemah.
·
Shalat
Menggabungkan Berdiri dan Duduk
- Dibolehkan shalat lail (malam) sambil berdiri atau sambil duduk meski
tanpa udzur (penyebab apapun), atau sambil melakukan keduanya.
Caranya; ia shalat membaca dalam keadaan duduk dan ketika menjelang ruku’
ia berdiri lalu membaca ayat-ayat yang masih tersisa dalam keadaan
berdiri. Setelah itu ia ruku’ lalu sujud. Kemudian ia melakukan hal yang
sama pada rakaat yang kedua.
- Apabila shalat dalam keadaan duduk, maka
ia duduk bersila atau duduk dalam bentuk lain yang memungkinkan seseorang
untuk beristirahat.
·
Shalat
sambil Memakai Sandal
- Boleh shalat tanpa memakai sandal dan
boleh pula dengan memakai sandal.
- Tapi yang lebih utama jika sekali waktu
shalat sambil memakai sandal dan sekali waktu tidak memakai sandal, sesuai
yang lebih gampang dilakukan saat itu, tidak membebani diri dengan harus
memakainya dan tidak pula harus melepasnya. Bahkan jika kebetulan telanjang
kaki maka shalat dengan kondisi seperti itu, dan bila kebetulan memakai
sandal maka shalat sambil memakai sandal. Kecuali dalam kondisi tertentu
(terpaksa).
- Jika kedua sandal dilepas maka tidak boleh
diletakkan di samping kanan akan tetapi diletakkan di samping kiri jika
tidak ada di samping kirinya seseorang yang shalat, jika ada maka
hendaklah diletakkan diantara
kedua kakinya,[1]
hal yang demikianlah yang sesuai dengan perintah dari Nabi Shallallahu
Alaihi wa Sallam.
·
Shalat
di Atas Mimbar
- Dibolehkan bagi imam untuk shalat di
tempat yang tinggi seperti mimbar dengan tujuan mengajar manusia. Imam
berdiri di atas mimbar lalu takbir, kemudian membaca dan ruku’ setelah itu
turun sambil mundur sehingga memungkinkan untuk sujud ke tanah di depan
mimbar, lalu kembali lagi ke atas mimbar dan melakukan hal yang serupa di
rakaat berikutnya.[2]
·
Kewajiban
Shalat Menghadap Pembatas [Sutroh] dan Mendekat Kepadanya
- Wajib shalat menghadap kearah pembatas, dan tiada bedanya baik di
masjid maupun selain masjid, di masjid yang besar atau yang kecil,
berdasarkan kepada keumuman sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam:
لاَ تُصَلِّ إِلاَّ إِلىَ سُتْرَةٍ،
وَلاَ تَدَعْ أَحَدًا يَمُرُّ بَيْنَ يَدَيْكَ، فَإِنْ أَبىَ فَلْتُقَاتِلْهُ
فَإِنَّ مَعَهُ الْقَرِيْنَ
"Janganlah shalat melainkan menghadap
pembatas, dan jangan biarkan seseorang lewat di hadapanmu, apabila ia enggan
maka perangilah karena sesungguhnya ia bersama pendampingnya (syaitan)”.[3]
- Wajib mendekat ke pembatas/sutroh karena Nabi Shallallahu
Alaihi wa Sallam memerintahkan hal itu.[4]
- Jarak antara tempat sujud Nabi Shallallahu
Alaihi wa Sallam dengan tembok yang dihadapinya seukuran tempat lewat
domba. maka barang siapa yang mengamalkan hal itu berarti ia telah
mengamalkan batas ukuran yang diwajibkan.[5]
·
Kadar
Ketinggian Pembatas
- Wajib pembatas
dibuat agak tinggi dari tanah sekadar sejengkal atau dua jengkal
berdasarkan sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam:
إِذَا وَضَعَ أَحَدُكُمْ بَيْنَ
يَدَيْهِ مِثْلَ مُأَخِّرَةِ الرَّحْلِ فَلْيُصَلِّ، وَلاَ يُبَالِيْ مَنْ مَرَّ
وَرَاءَ ذَلِكَ
“Jika seorang diantara kamu meletakkan di
hadapannya sesuatu setinggi ekor pelana[6]
(sebagai pembatas) maka shalatlah (menghadapnya), dan jangan ia pedulikan orang
yang lewat di balik pembatas”.[7]
- Dan ia menghadap ke pembatas secara langsung, karena hal
itu yang termuat dalam konteks hadits tentang perintah untuk shalat
menghadap ke pembatas. Adapun bergeser sedikit dari posisi pembatas ke kanan atau ke kiri
sehingga membuat tidak lurus menghadap langsung ke pembatas maka hal ini
tidak ada dasarnya.
- Boleh shalat menghadap tongkat yang
ditancapkan ke tanah atau yang sepertinya, boleh pula menghadap pohon,
tiang, atau istri yang berbaring di pembaringan sambil berselimut, boleh
pula menghadap hewan meskipun unta.
·
Haram
Shalat Menghadap ke Kubur
- Tidak boleh shalat menghadap ke kubur,
larangan ini mutlak, baik kubur para nabi maupun selain nabi.
·
Haram
Lewat di Depan Orang yang Shalat, Termasuk di Masjid Al-Haram
- Tidak boleh lewat di depan orang yang
sedang shalat jika di depannya ada pembatas, dalam hal ini tidak ada
perbedaan antara masjid Haram atau masjid-masjid lain, semua sama dalam
hal larangan berdasarkan keumuman sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa
Sallam:
لَوْ يَعْلَمُ اَلْمَارُّ بَيْنَ
يَدَيِ اَلْمُصَلِّي مَاذَا عَلَيْهِ، لَكَانَ أَنْ يَقِفَ أَرْبَعِينَ خَيْرًا
لَهُ مِنْ أَنْ يَمُرَّ بَيْنَ يَدَيْهِ
“Andaikan orang yang lewat di depan orang yang
shalat mengetahui akibat perbuatannya maka untuk berdiri selama 40, lebih baik
baginya dari pada lewat di depan orang yang sedang shalat”.[8]
Maksudnya lewat di antara orang yang shalat dengan tempat sujudnya.[9]
·
Kewajiban
Orang yang Shalat Mencegah Orang Lewat di Depannya meskipun di Masjid Al-Haram
- Tidak boleh bagi orang yang shalat
menghadap pembatas membiarkan seseorang lewat di depannya berdasarkan
hadits yang telah lalu:
وَلاَ تَدَعْ أَحَدًا يَمُرُّ بَيْنَ
يَدَيْكَ
“Dan janganlah membiarkan seseorang lewat di
depanmu …”.
Dan juga sabda Nabi Shallallahu
Alaihi wa Sallam:
إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ إِلَى
شَيْءٍ يَسْتُرُهُ مِنْ اَلنَّاسِ،
فَأَرَادَ أَحَدٌ أَنْ يَجْتَازَ بَيْنَ يَدَيْهِ فَلْيَدْفَعْ فِيْ
نَحرِهِ، وَلْيَذْرَأْ مَااسْتَطَاعَ، (وَفِيْ رِوَايَةٍ: فَلْيَدْفَعْهُ
مَرَّتَيْنِ)، فَإِنْ أَبَى
فَلْيُقَاتِلْهُ، فَإِنَّمَا هُوَ
شَيْطَانٌ
“Jika seseorang diantara kamu shalat menghadap
sesuatu pembatas/sutroh yang menghalanginya dari orang
lain, lalu ada yang ingin lewat di depannya, maka hendaklah ia menahan diatas dada orang yang ingin lewat itu semampunya (dalam
riwayat lain: cegahlah dua kali) jika ia enggan maka perangilah karena ia
adalah syaithan”.[10]
·
Berjalan
ke Depan untuk Mencegah Orang Lewat
- Boleh maju selangkah atau lebih untuk
mencegah yang bukan mukallaf yang lewat di depannya seperti hewan atau
anak kecil agar tidak lewat di depannya.
·
Hal-Hal
yang Memutuskan Shalat
- Di antara fungsi sutroh dalam shalat adalah menjaga orang yang
shalat menghadapnya dari kerusakan shalat disebabkan yang lewat di
depannya, berbeda dengan yang tidak memakai sutroh, shalatnya bisa terputus bila lewat di
depannya wanita dewasa, keledai, atau anjing hitam.[11]
[1] Saya
(Al-Albaani) berkata: disini terdapat isyarat yang halus untuk tidak meletakkan
sandal di depan. Adab inilah yang banyak disepelekan oleh kebanyakan orang yang
shalat, sehingga Anda menyaksikan sendiri diantara mereka yang shalat menghadap
ke sandal-sandal.
[2] HR. al-Bukhari dan Muslim. Hadits lain
diriwayatkan juga oleh Muslim dan Ibnu Sa’ad. Lihat al-Irwaa’ no.545.
[3] HR. Ibnu Khuzaimah dalam Kitab Shahiih-nya
(I/93/1), dengan sanad jayyid.
[4] HR. Abu Dawud, al-Bazzar dan al-Hakim.
Dishahihkan oleh al-Hakim dan disepakati oleh adz-Dzahabi dan an-Nawawi.
[5] HR. al-Bukhari dan Muslim
Saya (Al-Albaani) berkata: dari sini kita tahu bahwa apa
yang dilakukan oleh banyak orang di setiap masjid seperti yang saya saksikan di
Suriah dan negeri-negeri lain yaitu shalat di tengah masjid jauh dari dinding
atau tiang adalah kelalaian terhadap perintah dan perbuatan Nabi Shallallahu
Alaihi wa Sallam.
[6] Yaitu
kayu yang dipasang di bagian belakang pelana angkutan di punggung unta. Di
dalam hadits ini terdapat isyarat bahwa: mengaris di atas tanah tidak cukup
untuk dijadikan sebagai garis pembatas, karena hadits yang meriwayatkan tentang
itu lemah.
[7] HR. Muslim dan Abu Dawud
[8] HR. al-Bukhari dan Muslim, dan dalam riwayat
lain oleh Ibnu Khuzaimah (I/94/1)
[9] Adapun hadits yang disebutkan dalam kitab Haasyiatul
Mathaaf bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam shalat tanpa
menghadap pembatas dan orang-orang lewat di depannya, adalah hadits yang tidak
shahih, lagi pula tidak ada keterangan di hadits tersebut bahwa mereka lewat
diantara beliau dengan tempat sujudnya.
[10] HR.
al-Bukhari dan Muslim, dan pada
riwayat lain oleh Ibnu Khuzaimah (I/94/1)
[11] HR. Muslim, Abu Dawud dan Ibnu Khuzaimah
(I/92/2)
Sumber: e-book Ringkasan Sifat Sholat Nabi صلى الله عليه وسلم
Oleh: Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani رحمه الله
0 Response to "Tuntunan Sholat sesuai Hadits - Bagian 1: Menghadap Qiblat dan Berdiri"
Posting Komentar